Selain
korupsi, Indonesia sebenarnya menghadapi sebuah permasalahan klasik dalam hal
ketata negaraan yaitu kolusi. Perilaku kolusi biasanya berbentuk perjanjian
gelap, penyogokan jaksa serta hakim dan sebagainya. Optimisme penegakan hukum
dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang sejak akhir era orde baru di gaung-gaungkan
oleh para aktivis sosial politik kemasyarakatan Indonesia semakin memudar
melihat kenyataan bahwa lembaga penegak hukum merupakan salah satu lembaga yang
justru paling akrab dengan perbuatan haram tersebut.
Penyogokan
jaksa, hakim, polisi serta saksi palsu dalam persidangan menjadi komoditas yang
sangat akrab di telinga masyarakat sehari hari. Hal ini menyebabkan,
kredibilitas penegak hukum yang notabene adalah parameter utama penegakan
keadilan di sebuah negara hukum seperti Indonesia menjadi sangat rendah.
Alhasil, tidak jarang kita mendengar bahwa penggunaan jalan pintas untuk
membebaskan diri dari jeratan hukum, baik kecil maupun besar, menjadi sebuah
kebiasaan tersendiri masyarakat negeri ini.
Hal
diatas merupakan cerminan pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah untuk
membersihkan lembaga penegak hukum dari kebiasaan laten tersebut. Pemerintah
dituntut untuk dapat meningkatkan kredibilitas penegak hukum agar dapat
menjalankan fungsinya sebagai tiang utama penegakan hukum di Indonesia. Hal ini
bukan tanpa jalan keluar, pada tahun 2003 pemerintah membentuk Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan segala bentuk korupsi dan kolusi
yang menjangkiti bangsa ini. Keberadaan KPK inilah yang harus dijadikan senjata
utama bagi pemerintah dalam meningkatkan kredibilitas penegak hukum.
Pemaksimalan
KPK dapat dilakukan dengan beberapa jalan, diantaranya, pembuatan sebuah pos
khusus untuk melakukan pengawasan kepada seluruh lembaga penegak hukum. Hal ini
mengingat tingginya urgensi untuk membersihkan lembaga penegak hukum dari kolusi
dan korupsi, agar kredibilitas penegak hukum Indonesia di mata masyarakat
meningkat. Yang kedua adalah peningkatan perlindungan bagi para whistle blower yang ada di dalam lembaga
penegak hukum. Diperlukan sistem yang menstimulasi serta melindungi para whistle blower untuk mengungkap dan
melaporkan tindakan korupsi dan kolusi yang mereka lihat, sehingga akan semakin
banyak tercium kasus-kasus yang tersimpan erat di lembaga penegakan hukum. Hal
ini akan menjadi pembuka jalan bagi KPK untuk memberantas korupsi dan kolusi
lembaga penegak hukum hingga ke akarnya.
Dengan
pemaksimalan KPK untuk memberantas kolusi dan korupsi pada lembaga penegak
hukum, diharapkan akan ada efek jera dalam melakukan kecurangan dalam hukum,
yang kemudian akan bermuara pada meningkatnya efektivitas kinerja lembaga
penegak hukum serta kredibilitasnya di mata masyarakat. Sehingga awareness
masyarakat kepada hukum akan semakin tinggi dan cita cita bangsa untuk
mewujudkan suatu keadilan, tidak hanya secara sosial, bagi seluruh rakyat
Indonesia dapat tercapai.
Tulisan ini dimuat di harian Seputar Indonesia
Selasa, 16 Oktober 2012
Selasa, 16 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar