Kekalahan 2-0 atas Malaysia di Stadion Bukit Jalil,
Kuala Lumpur, Malaysia beberapa hari yang lalu, tidak hanya memupuskan harapan
untuk melihat Indonesia mengangkat piala AFF kali pertama sejak awal penyelenggaraan,
namun juga kembali membuka borok sepak bola Indonesia di tingkat hulu. Sorot
tajam masyarakat pemerhati sepak bola kembali mengarah kepada para pemimpin
sepak bola Indonesia di tingkat elitis, yang sejak 2 tahun lalu, tak pernah
luput dirundung masalah.
Apa yang dialami timnas Indonesia di Piala AFF 2012
adalah muara dari segala polemik politisasi sepak bola negeri ini. Perebutan
kekuasaan kepemimpinan PSSI, berdirinya PSSI tandingan bernama KPSI yang
mengakibatkan terbentuknya 2 timnas Indonesia, serta pelarangan pemain pemain
yang berlaga di Indonesian Super League (ISL) untuk membela timnas adalah
segelintir lelucon tidak lucu yang dilakukan oleh para elitis pengurus sepakbola
negeri ini. Kebijakan-kebijakan konyol tersebut sangat jauh dari memikirkan
keberlangsungan iklim sepak bola nasional yang kondusif, apalagi untuk berangan
angan menjuarai kompetisi tingkat ASEAN.
Kondisi
seperti ini mau tidak mau harus segera diakhiri. Membiarkan semrawut-nya sepak
bola nasional tidak hanya membunuh nama Indonesia di mata pemerhati sepakbola
ASEAN bahkan dunia, namun juga melepas salah satu tools besar pemersatu bangsa. Tidak akan ada lagi 75.000 manusia
berbondong bondong meneriakkan nama bangsa seraya menyanyikan lagu kebangsaan
dengan lantang dan tangis haru. Semua itu hanya akan jadi romansa sepak bola
masa lalu yang dimakan ego elitis sepak bola Indonesia di tingkat hulu.
Intervensi mutlak dilakukan dalam waktu cepat. 2013
ada Sea Games, dan 2014 Piala AFF akan kembali digelar. Masa depan sepakbola
Indonesia akan ditentukan dari sejauh mana permasalahan di tingkat elitis
selesai. Bagaimana memberikan kenyamanan bagi pelatih untuk memilih pemain
terbaik dari liga manapun, serta memberikan keamanan bagi pemain manapun untuk
membela merah putih. Jangan tanyakan materi pemain, era Bambang Pamungkas
mungkin sudah usai, namun kita harus menyambut era Andik Vermansyah serta
Syamsir Alam cs yang di 2014 akan berada pada masa masa terbaik untuk membela
Indonesia.
Mata rantai perebutan kekuasaan sepak bola untuk
alasan politis harus segera diputus. Tidak ada yang ingin kegagalan ini
berulang, tidak pula ada yang ingin bakat bakat pesepak bola nasional di sia
siakan hanya karena kepentingan sekelompok golongan. Reformasi sepak bola
nasional mutlak diperlukan dengan tidak hanya melibatkan pemerintah, namun juga
PSSI, klub, pemain serta supporter. Reformasi wajib hukumnya untuk pembaharuan
sepak bola nasional, karena dengan diam, kita hanya akan menunggu bom waktu
bernama sanksi FIFA akan meledak dan menampar wajah pesepakbolaan negeri ini.
Tulisan ini dimuat pada Harian Seputar Indonesia
Desember, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar