Senin, 10 Desember 2012

Menyelesaikan Masalah Sepak Bola Indonesia


Kekalahan 2-0 atas Malaysia di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia beberapa hari yang lalu, tidak hanya memupuskan harapan untuk melihat Indonesia mengangkat piala AFF kali pertama sejak awal penyelenggaraan, namun juga kembali membuka borok sepak bola Indonesia di tingkat hulu. Sorot tajam masyarakat pemerhati sepak bola kembali mengarah kepada para pemimpin sepak bola Indonesia di tingkat elitis, yang sejak 2 tahun lalu, tak pernah luput dirundung masalah.

Apa yang dialami timnas Indonesia di Piala AFF 2012 adalah muara dari segala polemik politisasi sepak bola negeri ini. Perebutan kekuasaan kepemimpinan PSSI, berdirinya PSSI tandingan bernama KPSI yang mengakibatkan terbentuknya 2 timnas Indonesia, serta pelarangan pemain pemain yang berlaga di Indonesian Super League (ISL) untuk membela timnas adalah segelintir lelucon tidak lucu yang dilakukan oleh para elitis pengurus sepakbola negeri ini. Kebijakan-kebijakan konyol tersebut sangat jauh dari memikirkan keberlangsungan iklim sepak bola nasional yang kondusif, apalagi untuk berangan angan menjuarai kompetisi tingkat ASEAN.

Kondisi seperti ini mau tidak mau harus segera diakhiri. Membiarkan semrawut-nya sepak bola nasional tidak hanya membunuh nama Indonesia di mata pemerhati sepakbola ASEAN bahkan dunia, namun juga melepas salah satu tools besar pemersatu bangsa. Tidak akan ada lagi 75.000 manusia berbondong bondong meneriakkan nama bangsa seraya menyanyikan lagu kebangsaan dengan lantang dan tangis haru. Semua itu hanya akan jadi romansa sepak bola masa lalu yang dimakan ego elitis sepak bola Indonesia di tingkat hulu.

Intervensi mutlak dilakukan dalam waktu cepat. 2013 ada Sea Games, dan 2014 Piala AFF akan kembali digelar. Masa depan sepakbola Indonesia akan ditentukan dari sejauh mana permasalahan di tingkat elitis selesai. Bagaimana memberikan kenyamanan bagi pelatih untuk memilih pemain terbaik dari liga manapun, serta memberikan keamanan bagi pemain manapun untuk membela merah putih. Jangan tanyakan materi pemain, era Bambang Pamungkas mungkin sudah usai, namun kita harus menyambut era Andik Vermansyah serta Syamsir Alam cs yang di 2014 akan berada pada masa masa terbaik untuk membela Indonesia.

Mata rantai perebutan kekuasaan sepak bola untuk alasan politis harus segera diputus. Tidak ada yang ingin kegagalan ini berulang, tidak pula ada yang ingin bakat bakat pesepak bola nasional di sia siakan hanya karena kepentingan sekelompok golongan. Reformasi sepak bola nasional mutlak diperlukan dengan tidak hanya melibatkan pemerintah, namun juga PSSI, klub, pemain serta supporter. Reformasi wajib hukumnya untuk pembaharuan sepak bola nasional, karena dengan diam, kita hanya akan menunggu bom waktu bernama sanksi FIFA akan meledak dan menampar wajah pesepakbolaan negeri ini.

Tulisan ini dimuat pada Harian Seputar Indonesia
Desember, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar