Senin, 14 Januari 2013

Saya dan Pendapat Saya Mengenai Kasus Pedagang dan PT. KAI


Silakan membaca tulisan ini dengan sejenak melupakan kalimat kalimat yang bernada skeptis seperti, “ini masalah rakyat kecil, mereka ga tau rasanya jadi rakyat kecil” ataupun “ga selamanya rakyat kecil harus dibela, mereka harus sadar kalau rakyat bukan hanya mereka”. Mari sama sama kita saling memahami apa yang ada dipikiran seseorang dan apa yang dipikirkan oleh seorang yang lainnya.

Permasalahan pedagang, mahasiswa dan PT.KAI diawali dengan keinginan dari PT. KAI untuk menertibkan dan merapikan stasiun guna menambah kualitas pelayanan kereta api Jabodetabek. Semua pasti setuju dengan pembenahan ini. Tidak ada pengecualian, tidak ada bantahan. PT. KAI butuh space yang lebih untuk meningkatkan kualitas stasiun, sementara ada pedagang di stasiun kereta api yang telah lama menghinggapi stasiun serta pinggiran stasiun untuk berjualan. Ada yang ilegal (asal templok), ada pula yang diketahui memberikan uang sewa kios dan lain sebagainya untuk jangka waktu tertentu, kabar terakhir masih ada yang sampai Maret dan Agustus 2013. Disini muncul perlawanan arah.

Di bulan Desember 2012, tercatat minimal, stasiun lenteng agung, depok baru dan beberapa stasiun digusur dengan rata rata pemberitahuan h-1 hari sampai h-7 hari (h-1 minggu). Mahasiswa (bukan hanya UI) menuntut adanya penundaan penertiban bahkan relokasi akibat masih adanya beberapa kios yang masih memiliki masa berlaku sewa. Atau setidaknya, mahasiswa ingin PT.KAI dengan pedagang sama sama berdialog.KOMNAS HAM setuju untuk itu dan mengajukan surat ke PT. KAI.

Hari ini, 14 Januari 2013. Beberapa mahasiswa beserta pedagang stasiun se-Jabodetabek melakukan aksi di depan istana negara menuntut adanya dialog antara PT. KAI dengan pedagang. Situasi menjadi sulit dan panas ketika diketahui ada segerombolan orang yang datang untuk menggusur kios kios di stasiun Pondok Cina. Situasi keruh, pendugaan sana sini, pedagang dan mahasiswa merasa dirugikan. Mereka menuntut adanya dialog, namun apa yang terjadi? Penggusuran oleh oknum secara sepihak. Logika praduga mulai bermain, tidak sedikit menuduh oknum PT. KAI. Pedagang dan mahasiswa geram dan melakukan blokir puing serta manusia di stasiun Pondok Cina. Situasi makin keruh, pelayanan kereta api dari dan menuju Bogor terhambat. Semua elemen rakyat merugi. Salah siapa?

Saya dan Pendapat Saya

Sebagian orang bertanya. 
“Lo ikut aksi? Dukung pedagang donk?”.
“Lo tadi ke stasiun? Menurut lo pedagang emang bener?”.
“Lo mau dipimpin demo sama anak akprop yang kerjaannya mencaci tanpa data?”
“BEM UI kan kebanyakan aksi, sekarang lo ikut juga?”

Sejenak kita lupakan beberapa variabel diluar permasalahan ini. Saya bukan orang yang pro-terhadap banyaknya AKSI yang dilakukan oleh BEM UI. Saya orang yg sepakat bahwa banyak AKSI yang tidak urgent dan esensial untuk dilakukan. Tapi mari sejenak melupakan apa yang menjadi pengganjal hati kita. Mari fokus untuk berbicara mahasiswa, pedagang dan PT. KAI.
1.       Adalah penting untuk merenovasi stasiun, berulang kali gue bilang gue cinta kereta api. Selama masih ada rel kereta, tidak ragu gue akan memilih kereta api sebagai sarana untuk berpergian. Kita ingin pelayanan. Pelayanan PT. KAI ada peningkatan saya setuju, khususnya lintas Jawa.
2.       Pedagang adalah eksternalitas negatif. Dan untuk membereskannya, PT. KAI mau tidak mau harus mengeluarkan social cost, bagaimanapun bunyi hukumnya.  Adalah tidak terpuji bagi PT. KAI untuk sekedar menggusur tanpa melihat bahwa pedagang memiliki bukti perjanjian jual beli/sewa kios. Jikalaupun itu ilegal, begitupun sama dengan perumahan kumuh di bantaran rel, bertahun-tahun PT. KAI telah melakukan pembiaran terhadap hal tersebut bertahun-tahun. Kronis. Pedagang sudah masuk comfort zone mereka, direnggut comfort zone-nya tanpa kejelasan? Wajar untuk berontak.
3.       Menyadari bahwa selalu ada kemungkinan makelar dan pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan celah antara pedagang dengan PT. KAI. Karena kita sadar betul kita ada di negara dunia ketiga, bukan negara dunia pertama. J. Mungkin saja uang tidak masuk ke PT. KAI? Siapa yang tau? Tapi toh kenapa pedagang bisa berdagang di tempat yang jelas milik PT. KAI dan PT. KAI dapat melihatnya berdagang lalu membiarkannya? Lagi lagi pembiaran adalah kelalaian, kelalaian adalah awal munculnya eksternalitas negatif. Dan wajib bagi PT. KAI untuk mengeluarkan social cost.
4.       Melihat urgensi dan ketersediaan dana, mustahil bagi PT. KAI untuk melakukan relokasi. Butuh dana milyaran rupiah untuk merelokasi pedagang stasiun se-Jabodetabek. Tapi menggusur adalah pilihan terburuk, karena merugikan pedagang yang sudah masuk comfort zone sebagai efek pembiaran dari PT. KAI. Pedagang meminta relokasi pun terlalu muluk, mengingat mereka sadar betul punya tenggat waktu untuk berdagang. Maka solusi social cost yang paling tepat adalah memberikan waktu bagi para pedagang untuk mencari tempat baru untuk berdagang, memberikan masa transisi yang wajar dan manusiawi, tidak dengan asal gusur.
5.       Mengutuk tindakan PT. KAI yang sewenang-wenang dalam melakukan penertiban. Kita sama sama setuju terhadap perapian dan penataan stasiun. Namun tidak instan dan memastikan ada hak-hak yang tidak terlupakan dalam proses transisi tersebut. PT. KAI harus sadar bahwa ia menimbulkan eksternalitas negatif, sehingga butuh mengeluarkan social cost. Dan sadar bahwa tidaklah elok melihat sesuatu yang instan. Kita butuh perubahan, bukan revolusi. Tidak ada cara yang cepat dan murah. Kalo mau murah, beri waktu bagi pedagang untuk transisi.
6.       Siapapun yang melakukan penggusuran ketika pedagang tidak ada di tempat adalah tindakan yang keji. Suasana menjadi semakin keruh. Dan logikanya, pedagang akan menuduh ini perbuatan PT. KAI.
7.       Adalah salah bagi pedagang dan mahasiswa untuk memblokir rel kereta api sehingga pelayanan masyarakat terganggu. Ada rakyat sipil yang tidak bersalah menjadi korban dan mengalami kerugian.
8.       Kita harus sadar bahwa kita hidup di negara dunia ketiga, dimana korupsi masih merajalela, dan sangat sulit menembus birokrasi. Adalah benar dan nyata bahwa PT. KAI tidak mau berdialog entah kenapa, sebagai buktinya adalah KOMNAS HAM yang telah menghubungi PT. KAI lewat berbagai cara, dan mahasiswa telah mencoba untuk bertemu lewat berbagai pintu birokrasi, sayangnya dialog tak jua dapat dilaksanakan, sehingga mahasiswa dan pedagang (khususnya) yang merasakan gusur tanpa pemberitahuan, geram dan mencoba untuk menggertak PT. KAI untuk hadir dengan memblokir rel berharap PT. KAI dapat melihat betapa geramnya pedagang yang sulit berdialog dengan PT. KAI.
9.       Adalah benar tindakan mahasiswa untuk menjembatani antara pedagang yang memiliki intelektualitas dan pemahaman hukum ,ekonomi dan keadaan tidak lebih baik dari mahasiswa yang lebih beruntung. Sehingga adalah keputusan yang tepat membantu pedagang mengadvokasi dialog dengan PT. KAI, sehingga tidak ada tanggung jawab yang dikebiri oleh pihak manapun.
10.   Adalah penting bagi kita untuk tidak melontarkan kalimat kalimat yang bernada skeptis untuk menanggapi masalah ini, tanpa memberikan solusi yang jelas apa yang harus dilakukan. Dan adalah kewajiban bagi setiap orang untuk menghargai dan mencoba memahami apa yang menjadi alasan mendasar seseorang berpendapat, tanpa berprasangka buruk mengenai motif dibelakangnya.
11.   Wallahu alam bis sawwab.

Andhika Putra Pratama
14 Januari 2013. 18:55

Sabtu, 12 Januari 2013

ASUMSI


Berbicara mengenai hidup, maka berbicara mengenai interaksi. Semua orang berinteraksi satu sama lain. Secara langsung atau tidak langsung mereka bertukar ilmu. Interaksi secara langsung dua arah dinamakan diskusi. Well, seberapa penting dan vital sih sebuah diskusi? Diskusi bagaimana yang ideal? Apa hubungannya sama judul diatas? We’ll see.

Pernah suatu ketika gue mendapati sebuah problem yang sifatnya vital. 2 orang berdiskusi tentang sesuatu yang esensial dan mengganggu comfort zone ideologi lawan bicaranya. Langsung aja contoh, misalnya suatu ketika 2 orang berbicara tentang kapitalisme, yang satu netral yang satu libertarian. Ketika orang neutral mengeluarkan kalimat yang seolah melakukan judge bahwa kapitalisme itu buruk, seorang libertarian akan membantahnya. Fase pembantahan ini sebetulnya tidak masalah, yang bermasalah adalah seringkali kita tidak melihat dari sudut pandang orang lain mengapa ia menyebutnya salah.

Contoh lain yang lebih spesifik masalah riba, seseorang yg sangat pro bahwa bunga bank adalah haram ketika dikeluarkan sebuah statement bahwa tidak semua bunga adalah haram, akan bereaksi menentang. Begitupun masalah lain, misalnya , urgensi hutang (kenapa harus utang?), buruknya sosialis (sosialis berhasil apa?) dan lain sebagainya di berbagai sudut ilmu manapun seseorang yang mendengar kalimat yang bertentangan akan ideologinya seringkali terlampau cepat menentukan sikap. Sekali lagi gue tegaskan, tidak ada yang salah dengan penyikapannya. Gue pun akan melakukan yang sama, tapi hendaknya kita menghargai apa yang mereka sampaikan, sudut apa yang jadi titik pandang mereka, dan asumsi apa yang mendasari mereka berpikir.

Tulisan ini hanyalah sebuah tulisan di malam minggu yang asalnya dari sebuah ketergugahan terhadap melihat cara pandang manusia. Tidak seperti binatang, manusia memiliki otak untuk berpikir. Tidak etis menyebut satu manusia tidak lebih cerdas dari manusia yang lain sama halnya dengan tidak etis menyebut seorang manusia memiliki keimanan yang lebih tinggi dari orang lain. Yang harus kita lakukan adalah belajar menempatkan diri menjadi orang lain. Belajar melihat cara pandang orang lain, dan memahaminya. Memahami setiap asumsi yang digunakan setiap manusia. Toh, mengukur siapa miskin siapa kayak saja menggunakan asumsi, bukan? J

Sabtu, 12 Januari 2013
20:45



Kamis, 10 Januari 2013

Menyelesaikan Masalah di 2013


Tidak terasa 366 hari perjalanan tahun 2012 telah usai. Beraneka momen dan peristiwa telah hadir sebagai bentuk pembelajaran bagi setiap yang melaluinya, begitupun Indonesia. Berbagai peristiwa baik positif maupun negatif dari berbagai segi bidang kehidupan telah hadir dan mewarnai tanah ibu pertiwi. Mulai dari yang sesuai ekspektasi, maupun diluar ekspektasi. Semua terangkum dalam sebuah buku besar catatan sejarah nasional dengan segala fenomena di dalamnya. Tahun 2012 juga akan menjadi catatan cerita istimewa sendiri layaknya tahun tahun sebelumnya bagi kelangsungan hidup rakyat Indonesia.

Hampir setiap bidang kehidupan di Indonesia memiliki catatan besar tersendiri di tahun 2011. Dari bidang ekonomi, Indonesia sempat tersenyum dengan kembalinya label investment grade ke pangkuan ibu pertiwi sejak terakhir runtuh di tahun 1998, namun sesaat setelahnya diguncang pro kontra perihal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sempat mencuat lantang di DPR. Politik pun jadi konsumsi publik yang cukup kuat di tahun 2012, utamanya kontes pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta. Hiruk pikuk pilkada ibukota tidak hanya menyeret warga Jakarta, namun juga seluruh masyarakat Indonesia yang ter-encourage untuk melihat siapa pemimpin representasi sebuah ibukota negara besar dengan permasalahan multidimensional seperti Jakarta. Begitupun masalah korupsi, setelah sibuk dengan bank Century, kini Indonesia disibukkan dengan kasus proyek Hambalang, hingga yang masih lekat di ingatan rakyat adalah gagalnya timnas sepak bola Indonesia di piala AFF sebagai buah dualisme kepimpinan PSSI-KPSI.

Masalah masalah diatas menuntut untuk diselesaikan di tahun 2012, dan jelas tidak ada alasan untuk menunda penyelesaian masalah tersebut.Tidak ada yang ingin kasus Hambalang bernasib sama dengan kasus kasus korupsi sebelumnya yang hilang ditelan waktu. Tidak ada yang tidak ingin melihat timnas sepak bola Indonesia meraih kejayaan setelah seblumnya selalu tertunda oleh permasalahan politik di tingkat elitis. Dan pasti seluruh rakyat menginginkan sebuah win win solution atas masalah subsidi BBM. Membiarkan masalah ini akut hanya akan jadi bom waktu bagi bangsa ini. Semua harus diselesaikan secara tuntas oleh pemerintah beserta stakeholder terkait agar negeri ini dapat kembali melanjutkan pertumbuhan serta pembangunannya menuju bangsa yang lebih sejahter adan bermartabat.

Tidak ada masalah yang tidak memiliki hikmah. Bagaimanapun kompleksnya permasalahan yang timbul di tahun 2012, setahun kebelakang tetaplah merupakan sebuah pembelajaran bagi bangsa ini dalam menghadapi tahun tahun ke depannya. Tahun 2012 adalah dasar segala pertimbangan kebijakan 2013, dan tahun 2013 adalah pisau eksekusi bagi setiap permasalahan di tahun 2012. Bangsa ini memiliki banyak potensi sumber daya di berbagai sektor kehidupan, tinggal bagaimana pemerintah dapat melakukan managing yang baik untuk membawa negeri ini tetap ada di trek yang benar menuju kesejahteraan. Semoga berbagai permasalahan yang terjadi setahun yang lalu dapat menjadi sebuah cermin refleksi diri negeri ini dalam proses berubah menjadi negeri yang maju. Proses yang kelak akan berujung pada sebuah keselarasan dalam hidup, sesuai dengan amanat konstitusi dan cita cita negara.

Tulisan ini dimuat di Harian Seputar Indonesia
Rubrik Suara Mahasiswa
Januari, 2013