Berbicara mengenai hidup, maka berbicara mengenai interaksi.
Semua orang berinteraksi satu sama lain. Secara langsung atau tidak langsung
mereka bertukar ilmu. Interaksi secara langsung dua arah dinamakan diskusi.
Well, seberapa penting dan vital sih sebuah diskusi? Diskusi bagaimana yang
ideal? Apa hubungannya sama judul diatas? We’ll see.
Pernah suatu ketika gue mendapati sebuah problem yang
sifatnya vital. 2 orang berdiskusi tentang sesuatu yang esensial dan mengganggu
comfort zone ideologi lawan bicaranya. Langsung aja contoh, misalnya suatu
ketika 2 orang berbicara tentang kapitalisme, yang satu netral yang satu
libertarian. Ketika orang neutral mengeluarkan kalimat yang seolah melakukan
judge bahwa kapitalisme itu buruk, seorang libertarian akan membantahnya. Fase
pembantahan ini sebetulnya tidak masalah, yang bermasalah adalah seringkali
kita tidak melihat dari sudut pandang orang lain mengapa ia menyebutnya salah.
Contoh lain yang lebih spesifik masalah riba, seseorang yg
sangat pro bahwa bunga bank adalah haram ketika dikeluarkan sebuah statement
bahwa tidak semua bunga adalah haram, akan bereaksi menentang. Begitupun
masalah lain, misalnya , urgensi hutang (kenapa harus utang?), buruknya
sosialis (sosialis berhasil apa?) dan lain sebagainya di berbagai sudut ilmu
manapun seseorang yang mendengar kalimat yang bertentangan akan ideologinya seringkali
terlampau cepat menentukan sikap. Sekali lagi gue tegaskan, tidak ada yang
salah dengan penyikapannya. Gue pun akan melakukan yang sama, tapi hendaknya
kita menghargai apa yang mereka sampaikan, sudut apa yang jadi titik pandang
mereka, dan asumsi apa yang mendasari mereka berpikir.
Tulisan ini hanyalah sebuah tulisan di malam minggu yang
asalnya dari sebuah ketergugahan terhadap melihat cara pandang manusia. Tidak
seperti binatang, manusia memiliki otak untuk berpikir. Tidak etis menyebut
satu manusia tidak lebih cerdas dari manusia yang lain sama halnya dengan tidak
etis menyebut seorang manusia memiliki keimanan yang lebih tinggi dari orang
lain. Yang harus kita lakukan adalah belajar menempatkan diri menjadi orang
lain. Belajar melihat cara pandang orang lain, dan memahaminya. Memahami setiap
asumsi yang digunakan setiap manusia. Toh, mengukur siapa miskin siapa kayak
saja menggunakan asumsi, bukan? J
Sabtu, 12 Januari 2013
20:45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar