Silakan membaca tulisan ini dengan sejenak melupakan kalimat
kalimat yang bernada skeptis seperti, “ini masalah rakyat kecil, mereka ga tau
rasanya jadi rakyat kecil” ataupun “ga selamanya rakyat kecil harus dibela,
mereka harus sadar kalau rakyat bukan hanya mereka”. Mari sama sama kita
saling memahami apa yang ada dipikiran seseorang dan apa yang dipikirkan oleh
seorang yang lainnya.
Permasalahan pedagang, mahasiswa dan PT.KAI diawali dengan
keinginan dari PT. KAI untuk menertibkan dan merapikan stasiun guna menambah
kualitas pelayanan kereta api Jabodetabek. Semua pasti setuju dengan pembenahan
ini. Tidak ada pengecualian, tidak ada bantahan. PT. KAI butuh space yang lebih untuk meningkatkan
kualitas stasiun, sementara ada pedagang di stasiun kereta api yang telah lama
menghinggapi stasiun serta pinggiran stasiun untuk berjualan. Ada yang ilegal
(asal templok), ada pula yang diketahui memberikan uang sewa kios dan lain
sebagainya untuk jangka waktu tertentu, kabar terakhir masih ada yang sampai
Maret dan Agustus 2013. Disini muncul perlawanan arah.
Di bulan Desember 2012, tercatat minimal, stasiun lenteng
agung, depok baru dan beberapa stasiun digusur dengan rata rata pemberitahuan
h-1 hari sampai h-7 hari (h-1 minggu). Mahasiswa (bukan hanya UI) menuntut
adanya penundaan penertiban bahkan relokasi akibat masih adanya beberapa kios
yang masih memiliki masa berlaku sewa. Atau setidaknya, mahasiswa ingin PT.KAI
dengan pedagang sama sama berdialog.KOMNAS HAM setuju untuk itu dan mengajukan
surat ke PT. KAI.
Hari ini, 14 Januari 2013. Beberapa mahasiswa beserta
pedagang stasiun se-Jabodetabek melakukan aksi di depan istana negara menuntut
adanya dialog antara PT. KAI dengan pedagang. Situasi menjadi sulit dan panas
ketika diketahui ada segerombolan orang yang datang untuk menggusur kios kios
di stasiun Pondok Cina. Situasi keruh, pendugaan sana sini, pedagang dan
mahasiswa merasa dirugikan. Mereka menuntut adanya dialog, namun apa yang
terjadi? Penggusuran oleh oknum secara sepihak. Logika praduga mulai bermain,
tidak sedikit menuduh oknum PT. KAI. Pedagang dan mahasiswa geram dan melakukan
blokir puing serta manusia di stasiun Pondok Cina. Situasi makin keruh,
pelayanan kereta api dari dan menuju Bogor terhambat. Semua elemen rakyat
merugi. Salah siapa?
Saya dan Pendapat
Saya
Sebagian orang bertanya.
“Lo ikut aksi? Dukung pedagang donk?”.
“Lo tadi ke stasiun? Menurut lo pedagang emang bener?”.
“Lo mau dipimpin demo sama anak akprop yang kerjaannya mencaci tanpa data?”
“BEM UI kan kebanyakan aksi, sekarang lo ikut juga?”
Sejenak kita lupakan beberapa variabel diluar permasalahan
ini. Saya bukan orang yang pro-terhadap banyaknya AKSI yang dilakukan oleh BEM
UI. Saya orang yg sepakat bahwa banyak AKSI yang tidak urgent dan esensial
untuk dilakukan. Tapi mari sejenak melupakan apa yang menjadi pengganjal hati
kita. Mari fokus untuk berbicara mahasiswa, pedagang dan PT. KAI.
1.
Adalah penting untuk merenovasi stasiun,
berulang kali gue bilang gue cinta kereta api. Selama masih ada rel kereta,
tidak ragu gue akan memilih kereta api sebagai sarana untuk berpergian. Kita
ingin pelayanan. Pelayanan PT. KAI ada peningkatan saya setuju, khususnya
lintas Jawa.
2.
Pedagang adalah eksternalitas negatif. Dan untuk
membereskannya, PT. KAI mau tidak mau harus mengeluarkan social cost,
bagaimanapun bunyi hukumnya. Adalah
tidak terpuji bagi PT. KAI untuk sekedar menggusur tanpa melihat bahwa pedagang
memiliki bukti perjanjian jual beli/sewa kios. Jikalaupun itu ilegal, begitupun
sama dengan perumahan kumuh di bantaran rel, bertahun-tahun PT. KAI telah
melakukan pembiaran terhadap hal tersebut bertahun-tahun. Kronis. Pedagang
sudah masuk comfort zone mereka, direnggut comfort zone-nya tanpa kejelasan?
Wajar untuk berontak.
3.
Menyadari bahwa selalu ada kemungkinan makelar
dan pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan celah antara
pedagang dengan PT. KAI. Karena kita sadar betul kita ada di negara dunia
ketiga, bukan negara dunia pertama. J.
Mungkin saja uang tidak masuk ke PT. KAI? Siapa yang tau? Tapi toh kenapa
pedagang bisa berdagang di tempat yang jelas milik PT. KAI dan PT. KAI dapat
melihatnya berdagang lalu membiarkannya? Lagi lagi pembiaran adalah kelalaian,
kelalaian adalah awal munculnya eksternalitas negatif. Dan wajib bagi PT. KAI
untuk mengeluarkan social cost.
4.
Melihat urgensi dan ketersediaan dana, mustahil
bagi PT. KAI untuk melakukan relokasi. Butuh dana milyaran rupiah untuk
merelokasi pedagang stasiun se-Jabodetabek. Tapi menggusur adalah pilihan
terburuk, karena merugikan pedagang yang sudah masuk comfort zone sebagai efek
pembiaran dari PT. KAI. Pedagang meminta relokasi pun terlalu muluk, mengingat
mereka sadar betul punya tenggat waktu untuk berdagang. Maka solusi social cost
yang paling tepat adalah memberikan waktu bagi para pedagang untuk mencari
tempat baru untuk berdagang, memberikan masa transisi yang wajar dan manusiawi,
tidak dengan asal gusur.
5.
Mengutuk tindakan PT. KAI yang sewenang-wenang
dalam melakukan penertiban. Kita sama sama setuju terhadap perapian dan
penataan stasiun. Namun tidak instan dan memastikan ada hak-hak yang tidak
terlupakan dalam proses transisi tersebut. PT. KAI harus sadar bahwa ia
menimbulkan eksternalitas negatif, sehingga butuh mengeluarkan social cost. Dan
sadar bahwa tidaklah elok melihat sesuatu yang instan. Kita butuh perubahan,
bukan revolusi. Tidak ada cara yang cepat dan murah. Kalo mau murah, beri waktu
bagi pedagang untuk transisi.
6.
Siapapun yang melakukan penggusuran ketika
pedagang tidak ada di tempat adalah tindakan yang keji. Suasana menjadi semakin
keruh. Dan logikanya, pedagang akan menuduh ini perbuatan PT. KAI.
7.
Adalah salah bagi pedagang dan mahasiswa untuk
memblokir rel kereta api sehingga pelayanan masyarakat terganggu. Ada rakyat
sipil yang tidak bersalah menjadi korban dan mengalami kerugian.
8.
Kita harus sadar bahwa kita hidup di negara
dunia ketiga, dimana korupsi masih merajalela, dan sangat sulit menembus
birokrasi. Adalah benar dan nyata bahwa PT. KAI tidak mau berdialog entah
kenapa, sebagai buktinya adalah KOMNAS HAM yang telah menghubungi PT. KAI lewat
berbagai cara, dan mahasiswa telah mencoba untuk bertemu lewat berbagai pintu
birokrasi, sayangnya dialog tak jua dapat dilaksanakan, sehingga mahasiswa dan
pedagang (khususnya) yang merasakan gusur tanpa pemberitahuan, geram dan
mencoba untuk menggertak PT. KAI untuk hadir dengan memblokir rel berharap PT.
KAI dapat melihat betapa geramnya pedagang yang sulit berdialog dengan PT. KAI.
9.
Adalah benar tindakan mahasiswa untuk
menjembatani antara pedagang yang memiliki intelektualitas dan pemahaman hukum
,ekonomi dan keadaan tidak lebih baik dari mahasiswa yang lebih beruntung.
Sehingga adalah keputusan yang tepat membantu pedagang mengadvokasi dialog
dengan PT. KAI, sehingga tidak ada tanggung jawab yang dikebiri oleh pihak
manapun.
10.
Adalah penting bagi kita untuk tidak melontarkan
kalimat kalimat yang bernada skeptis untuk menanggapi masalah ini, tanpa
memberikan solusi yang jelas apa yang harus dilakukan. Dan adalah kewajiban
bagi setiap orang untuk menghargai dan mencoba memahami apa yang menjadi alasan
mendasar seseorang berpendapat, tanpa berprasangka buruk mengenai motif
dibelakangnya.
11.
Wallahu alam bis sawwab.
Andhika Putra Pratama
14
Januari 2013. 18:55
jiahhh salah, kan thn 2013 anda emosi sesaat aja,skrg liat ,stasiun KA bersih n dipuji2, ngapain manjain PKL
BalasHapus